ADALAH menjadi hukum kebiasaan bahwa senyuman berbalas senyuman dan cibiran berbalas cibiran. Namun hanya pribadi pilihan yang mampu mempersembahkan senyuman bukan hanya pada senyuman melainkan juga cibiran.
Kata orang bijak: "Untuk menjadi orang yang selalu bahagia haruslah memiliki jiwa besar yang ketika mendengar cemoohan tentang dirinya, dia masih mampu tersenyum dan kemudian melupakannya."
Sepertinya kita, atau jelasnya adalah saya, bukan pangkatnya ada di posisi manusia pilihan.
Saya masih terlalu rapuh, saya masih terlalu pendendam, saya masih terlalu egois. Saya dan orang seperti saya barangkali masih mengikuti kaidah hubungan sebagai berikut: Jangan menunggu dariku sesuatu yang tak kutemukan dalam dirimu.
Sungguh kaidah seperti ini masih termasuk kelas biasa-biasa saja. Namun masih lumayan bagus karena adanya hubungan resiprokal, saling memberi.
Yang tak elok adalah ketika kita membalas senyuman orang dengan cibiran, merespon kebaikan orang lain dengan hinaan yang menyakitkan. Sikap seperti ini bukanlah sikap manusia normal, apalagi manusia pilihan. Belajarlah membahagiakan banyak orang. Belajarlah menghargai orang lain, maka kita akan berharga dan dihargai.
Sungguh sejarah hidup kita yang sesungguhnya bukanlah biografi yang ditulis tentang kita, melainkan pandangan dan rasa yang ada di benak orang lain tentang kita. Jagalah hati dan perasaan orang lain.
Semoga kita berkepribadian yg excellent
0 komentar:
Posting Komentar
Admin menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Admin berhak untuk tidak menampilkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Terima kasih telah memberi tanggapan.